DI Satay House Senayan, Kutemukan Cinta Pertamaku


Mungkin karena kelima anaknya perempuan semua, orangtua saya termasuk ketat dalam menerapkan rambu-rambu pergaulan. Akibatnya kita enggak canggih cari pasangan, kakak sulung menikah setelah di “amprokin” dengan putra dari teman kakek. Adik menikah dengan saudara yang boleh dinikahin. Si Bungsu akhirnya jadian sama temannya, mereka merupakan jomblo terakhir di grup pertemanannya.

Saya sendiri jangankan cari suami, cari pacar aja enggak pernah. Sukses menjomblo hingga lulus kuliah dan berganti pekerjaan 2 kali, kelihatan banget kan ga solutipnya soal perjodohan.

Padahal dari SD sudah ada yang naksirin. Ketika Arya si ketua kelas menunjukkan foto saya yang diam-diam disimpannya sembari mengatakan kalau cewek itu pacarnya, tebak apa yang terjadi. Saya menangis keras-keras dan pulangnya minta dipindahin sekolah sama Ibuk. Untung Ibuk memang lagi mau mindahin sekolah saya dan sesaudara. Waktu SMP  beberapa teman mulai saling pacaran, lantas mereka demen duduk sebangku sembari rebahin kepala di meja terus bisik-bisik serasa dunia milik berdua. Apa yang saya lakukan? Saya sambitin pakai kerikil yang sudah dibungkus kertas, pas mereka nengok kebelakang, saya dan teman-teman pura-pura sibuk ngobrol.

SMA pun kejadiannya seperti SD dan saya baru sadarnya 2 tahun lalu ketika Lena inbox FB buat nanya, “Tari, Momo khusus terbang dari Papua (tempat tinggalnya) minta disampaikan pertanyaannya. Kenapa tiba-tiba waktu SMA kamu ambil jarak ma dia?”

Mendengarnya saya speechless, moso ada sih yang masih ingat kejadian berapa puluh tahun lalu sementara saya gak merasa punya perasaan apapun dengan Momo. Setelah menjelaskan ke Lena dan pastinya dia menjelaskan ke Momo, baru deh Momo add FBku.

Nah pas masa kuliah juga gak banyak cerita, pernah deket sama anak tehnik tapi ga sampe pacaran. Malah punya kisah horor sama anak S2, ketika itu sering berpapasan di selasar kampus dengan mereka.  Suatu kali Jimly Asshidiqie ( salah satu anak S2) menyerahkan surat dari temannya. Surat dengan tulisan tangan yang rapih itu menyampaikan keterkejutannya melihat saya yang mirip dengan almarhum tunangannya. Selanjutnya dia menyatakan cintanya. Teman-teman yang ikut membaca surat itu merasa terharu dan mendesak saya untuk menerimanya, lah saya cuma bisa menjawab,

“Sementara aku sendiri jadi merasa seperti bangkit dari kubur, mana kita kan ga pernah kenal ga pernah ngobrol, kok tau-tau kirim surat gini.  Gampang banget ambil kesamaan gitu. Tidak mau.”

Setelah lulus kuliah, saya bekerja di perusahaan Korea yang karyawannya kebanyakan perempuan jadi gak pernah mikirin cowok. Pindah lagi ke perusahaan anaknya pejabat, isinya lelaki semua namun mereka rata-rata sudah punya pasangan.

Sampai suatu hari saya diajak pak Boss makan di Satay House Senayan – Pakubuwono. Pak Boss merupakan salah satu direktur yang masih kerabat dari pemilik perusahaan. Walaupun saya pernah makan di resto itu tapi belum pernah makan menu sate ayam campur yang dipilihkannya – dimana satu porsi terdiri dari 5 tusuk sate daging serta 5 tusuk sate kulit ayam yang rasanya ternyata alamak jan. Jika sate kulit ayam di babang gerobak biasanya diselingi tusukan lemak dan kulitnyapun masih berlapis lemak. sate kulit di Satay House Senayan sama sekali tak ada campuran lemaknya  tapi melting banget alias meleleh dengan rasa gurih campur manis. Mungkin karena kulit sudah dibumbui. Bumbu kacang yang ditempatkan dalam wadah kecil tersendiri sangat halus dan sebenarnya bukan selera saya tapi sate kulitnya tetap enak walaupun disantap tanpa bumbu kacang.

Melihat saya menandaskan sate 1 porsi, pak Boss menawarkan untuk tambah yang pastinya langsung saya iyakan, “Tapi sate kulit aja, Pak.”

Pesanan tambahan segera datang, kali ini saya makan dengan perlahan sembari bercakap-cakap. Pak Boss akhirnya sampai pada pembicaraan soal perasaannya. Dan lagi-lagi penyebabnya nyaris sama dengan si mahasiswa S2 itu, masalah kesamaan saya dengan mantan kekasihnya. Namun kali ini versi pak Boss – si mantan kekasih masih hidup dan  sudah menikah dengan orang lain. Pastinya kisah cinta mereka sudah lama, karena pak Boss masih single di usia 50 an tahun. Menurutnya mantan kekasihnya itu berwajah mirip saya, namanyapun sama. Dan dasar bujang lapuk, dia sudah lapor sama bapak pejabat serta isterinya soal ini.

Saya yang sedang mengunyah sate kulit langsung tersedak dan yang ada dimulut tersembur begitu saja.  Dengan repot saya membersihkan bekas semburan, pelayan diminta mengangkat semua yang ada di atas meja. Sembari mengamati kesibukan pelayan, saya mulai berhitung. Ngeri banget ngelihat pak Boss yang sudah berkeriput sementara saya baru berusia 20an tahun. Akhirnya saya mulai memikirkan untuk resign saja dari perusahaan. Tapi pak Boss mengatakan kalau dia tidak mendesak saya untuk mengambil keputusan segera. Pulangnya ternyata pak Boss sudah memesankan 2 porsi sate kulit yang akhirnya dinikmati orang rumah saja.

Pak Boss tidak berhenti memberi perhatian hingga membuat saya akhirnya luluh menerima cintanya. Lagi-lagi dia memberitahukan hal ini pada bapak pejabat dan isterinya. Ini membuat canggung jadi akhirnya saya pindah kerja menghindari kecanggungan-kecanggungan yang akan terjadi. Hanya setahun di kantor pengacara lantas mengambil S2. Begitu lulus S2, pak Boss memutuskan hubungan dengan alasan tidak ingin membatasi langkah saya. Dia tidak tahu bahwa saya sudah menyiapkan mental bahkan sering membayangkan bersuamikan orangtua. Tetapi karena sudah menjadi keputusannya, saya tidak memaksakan diri.

Tahun berganti akhirnya saya akan menikah dengan orang yang mukim di Jawa Timur. Ketika  keluarganya datang, selain menerima kunjungan di rumah. Adik bersama suaminya memutuskan untuk menjamu keluarga calon suami di resto Satay House Senayan, Duren Tiga. Pilihan satenya makin banyak, ada sate udang, sate cumi dan entah apa lagi. Namun pilihan saya tetap sate kulit. Tidak hanya enak namun saat menikmati tiap tusuk sate itu saya mengingat kisah dengan pak Boss.

Leave a comment