Ketika Makanan Tidak Sekedar Pengisi Perut Tapi Juga Pengikat Jiwa


Keluarga minimalis di Tengah Pandemi

Keluarga kami bisa dibilang keluarga yang minimalis banget jika mengaitkan dengan acara kumpul-kumpul. Walaupun kami  5 bersaudara kandung yang pastinya tidak masuk dalam kriteria Keluarga Berencan ( KB ), namun seiring dengan pertambahan usia dan perjalanan nasib, jarak akhirnya memisahkan kami. Dua saudara mukim di Jogja dan Klaten mengikuti suami. Si kakak sulung memiliki 2 anak. Sementara anak ketiga memilik 2 anak. Sementara saya dan adik ke empat tinggal di rumah peninggalan orangtua  yang ada di Jakarta Selatan. Adik bungsu bersama suaminya tinggal di Ciracas tanpa anak.

Kebayang kan jika kami yang di Jakarta kumpul-kumpul;  hanya bertiga ( soalnya ipar lebih senang berada di masjid dekat rumah ). Awalnya sih tidak menyadari kalau keluarga kami sungguh minimalis karena masih ada keluarga besar ( di sebut Trah dari garis bapak ) yang jika kumpul saat Lebaran dan Tahun Baru bisa sampai 100 orang lebih.

Namun kehadiran Pandemi telah membatasi acara kumpul keluarga besar (Trah), rasanya sudah tiga tahun ini tidak pernah ada acara silaturahmi bersama mereka. Entah Lebaran ini bisa bertemu kembali atau belum sebab banyak saudara yang sudah berumur, jadi anak-anaknya membatasi ruang gerak mereka demi kesehatan.

Berawal dari Berbisnis Kuliner

Sudah 3 tahun ini adik yang serumah memiliki bisnis kuliner, jadi dia sering mencoba resep baru dan biasanya saya serta tetangga yang jadi tukang icip-icip. Uniknya, sisa dari bahan masakan masih bisa diolah jadi masakan lain yang nikmat.

Kuliner2023-soto

Macam saat adik mencoba dan akhirnya menjual menu Galantine yang terdiri dari cincangan daging ayam yang digulung dan dinikmati bersama rebusan sayur dan saus asam manis. Daging ayamnya diambil dari bagian paha dan dada hingga menyisakan tulang-belulang yang dibuat soto rongkong atau ranjau oleh adik.

Kuliner2023-Galantine

Kali lain, adik menemukan scrap atau tulang ikan salmon yang dijual oleh suatu supermarket ternama, dagingnya setelah disiangi dari tulang dibandrol sekilo sekitar Rp. 300 ribu, sementara tulangnya dibandrol Rp. 20 ribu/kg saja padahal daging ikan masih banyak. Oleh adik, tulang belulang ini diolah jadi sup salmon ala Menado. Sup yang lezat karena bahan utamanya ikan premium serta bumbu kaya rempah, ciri khas masakan Menado.

Beberapa kali teman adik yang sakit dikirimi sup ini dan mereka takjub, wow temannya royal banget. Sampai anak dari temannya yang masih duduk di bangku SD berucap,

“Woow Mah, anak Jaksel makanannya mewah banget ya.”

Belum tahu dia kalau bahan bakunya sangat murah.

SupIkan

Tiap kali usai masak, adik selalu upload di sosial medianya – biasanya dalam status Whatsapp hingga membuat si bungsu berkata,

“Kak, aku mau dong. Kasih tahu ya kalau masak-masak begitu, ntar kudatang.”

Akhirnya kami paling tidak sebulan sekali kumpul termasuk ketika pandemi sudah sedikit mereda. Apalagi kami semua pernah disambangi Covid hingga antibodi sudah tumbuh di tubuh.

Menaklukkan Rendang

Jika diperhatikan, masakan-masakan di atas adalah kuliner Nusantara yang full rempah-rempah. Sebuah pergeseran selera yang disengaja setelah mengikuti kuliah umum dari Dr. Tan Shot Yen – dokter penggiat makanan dan pola hidup sehat. Dokter Tan menginformasikan bahwa rempah-rempah itu sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Nah rendang Padang sebenarnya juga olahan kuliner yang kaya rempah namun bagi kami berlima, memasak rendang yang rasanya Padang banget merupakan tantangan yang sudah bertahun belum tertaklukkan. Sampai suatu saat si bungsu mengirimkan rendang buatannya dan membuat kami terperangah karena rasanya enak dan Padang banget.

“Akhirnya bisa ya, bumbunya apa sih?”

“Itu aku pakai bumbu instant rendang dari pabrikan yang dijual di mart-mart,”jelasnya.

Ternyata olahan rendang berbumbu instant pabrikan enak banget, adik di rumah langsung mencoba namun dia belum puas.

“Mending aku coba bumbu olahan Uda di Pasar Kaget,”

AnekBumbuDapur

Yang Ini Aneka Bumbu di Supermarket

Pasar Kaget adalah pasar yang hanya buka dari pk.05.00 pagi hingga pk. 11.00 siang saja. Hanya ada seorang penjual racikan bumbu yang dipanggil Uda di sana.  Usai membeli,  adik langsung mengeksekusi masakan rendang tanpa ekspektasi apapun. Tak disangka, hasilnya enak dan Padang banget, Jadilah kami membawa bumbu itu saat pulang kampung. Baik adik yang di Klaten maupun kakak di Jogja sudah memasak dengan bumbu racikan Uda dan semua puas dengan hasilnya.

Setelah itu adik yang chef mencoba racikan bumbu lain, seperti soto maupun bebek goreng. Yang tersedia di Uda sih bumbu ayam goreng tapi bebek kan sama-sama unggas jadi bumbunya pakai bumbu ayam goreng.

Sekeluarga langsung ingin mencicipi, hingga akhirnya kami sepakat menjadikan bebek goreng + tempe goreng, sayur asem, sambal terasi sebagai hidangan tahun baru. Masih ada tambahan asinan betawi serta minuman dingin buko pandan. Sebenarnya sudah ditawarkan menu sup ikan salmon atau soto rongkong/ soto ranjau. Tapi inilah pilihan mereka.

Kuliner2023

Camilannya kulit pangsit dipotong kecil-kecil lalu digoreng, usai diangkat dan ditiriskan tinggal ditaburi bon cabe dicampur irisan daun jeruk yang digoreng. Rasanya gak bisa berhenti-henti menyantapnya.

Kali ini keluarga Jakarta bertambah 3 anggota karena anak dan mantu yang tadinya mukim di Jogja hijrah ke Jakarta dan setelah melewati 3 bulan masa kerja di kantor masing-masing, mereka merayakannya dengan barbeque di rumah kami.

Kuliner2023-Pangsit

Anak kakak yang di Jogja juga hijrah ke Jakarta karena mendapat pekerjaan di sebuah production house.

Ternyata seru berkumpul dengan anak-anak milenial, traktiran kopi kekinian tak pernah luput dari mereka. Mendengarkan celoteh mereka tentang pengalaman di tempat kerja baru

Kuliner2023-BukoPandan

Akhirnya hari H tiba, para tamu datang pk. 11.00 pagi dan baru pulang menjelang Maghrib. Bisa dibayangkan serunya acara kumpul tahun baru keluarga minimalis kami.

Saya jadi teringat ucapan salah satu juri Masterchef Australia George Calambaris saat menikmati suatu hidangann mengatakan,

“Inilah momen ketika masakan tidak saja menjadi makanan. Tapi juga menjadi pengikat hati dan jiwa.”

2023-asslamualaikum

Beginilah pengalaman kami dan dibagikan pada IDFB Blog Challenge dan Indonesia FoodBlogger

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s